Bab 50
Tim pembuat sabun telah bertambah menjadi 10 orang. Mereka menggunakan tiga panci besar sekaligus dan meningkatkan produksi dari 100 potong sabun per hari menjadi 300 potong.
Produksi lilin juga telah mencapai 300 batang dalam sehari, tetapi Wira tidak berniat menjualnya! Lampu minyak menghasilkan banyak asap yang dapat merusak mata, sedangkan lilin
menghasilkan asap yang sedikit dan cahayanya terang.
Wira memberikan sejumlah sabun dan lilin kepada anggota tim penangkap ikan sebagai
tunjangan.
Setelah tiga hari produksi berturut–turut, mereka berhasil mengumpulkan 1.000 potong sabun.
Pada saat ini, Wira baru berangkat ke kabupaten. 2
Wira terpaksa harus pergi ke kabupaten. Sebab, dia telah membeli kereta kuda kemarin dengan biaya 20.000 gabak. Setelah menjual gula putih seharga 600.000 gabak, dia hanya memiliki beberapa puluh gabak yang tersisa. Nominal itu jauh dari cukup untuk membangun rumah seluas 6.000–an meter persegi, bahkan tidak cukup untuk membeli bahan bangunan.
Situasi di pasar ikan juga tidak terlalu aman, Sony merasa bahwa Handoko berencana untuk memberontak. Demi alasan keamanan, Doddy dan ketiga bersaudara semuanya ikut serta. Mereka
bahkan juga sudah menyiapkan surat pengaduan.
Hal yang paling penting adalah, Wulan ingin pulang ke rumah orang tuanya!
Danu mengendarai kereta kuda, sementara Wira dan Wulan duduk di dalam gerbong. Mereka berangkat agak terlambat dibandingkan tim penangkap ikan. Ketika fajar menyingsing. Wira dan
Wulan baru berangkat setelah sarapan.”
“Sayang, kalau kakakku mengatakan sesuatu tentangmu, jangan meladeninya!” kata Wulan dengan penuh harap dalam pelukan Wira.
Dari ayahnya, kedua kakaknya, dan adiknya, semuanya adalah sarjana. Jenjang pendidikan
mereka jauh melampaui suaminya. Ditambah lagi dengan perilaku boros suaminya, keluarga
Wulan menjadi sangat tidak menghargai Wira.
Ayah Wulan membawa adiknya’ke ibu kota untuk belajar menjadi seorang pejabat. Kakak tertuanya mencari pekerjaan di kabupaten, sementara kakak keduanya belajar di rumah di Kabupaten Uswal.
Setiap kali Wulan membawa Wira ke rumah orang tuanya, kakak keduanya selalu menunjukkan wajah dingin dan mengucapkan kata–kata yang mencemooh.
Hal itu membuat suaminya selalu saja memarahi dan memukul Wulan untuk melampiaskan amarah setiap kali mereka pulang
+15 BONUS
Belakangan ini, memang suaminya telah berubah menjadi baik dan tidak seperti sebelumnya lagi. Hanya saja, Wulan takut bahwa jika mereka kembali ke rumah orang tuanya, Wira akan kembali menjadi seperti dulu lagi.
Namun, kakaknya mengirim surat dan mengatakan bahwa kakak iparnya sedang sakit dan ingin bertemu dengan Wulan. Oleh karena itu, Wulan harus pulang untuk menjenguknya.
Wira mengedipkan matanya sambil berkata, “Kalaupun Kakak Kedua memukulku, demi menghargai istriku tercinta, paling–paling aku hanya akan meludahinya, hehe!”
Tentu saja, Wira hanya bercanda, Kakaknya Wulan adalah seorang sarjana, jadi dia tidak mungkin akan bertindak kasar. Mendengar ucapannya, Wulan tertawa terbahak–bahak. “Sayang, kamu terlalu baik padaku, rasanya seperti mimpi. Kadang–kadang aku takut ini hanya mimpi, dan aku akan terbangun kehilangan segalanya.”
“Maafkan aku, dulu aku sangat bodoh, seharusnya aku tidak memperlakukanmu seperti itu.” Wira mewakili pemilik tubuh sebelumnya meminta maaf kepada Wulan.
“Tidak, suamiku selalu benar. Tanpa kesulitan masa lalu, kita tidak akan memiliki kebahagiaan
sekarang!”
Dia menutup bibir Wira dengan tangannya yang ramping, matanya bersinar indah, dan pipinya
semakin merah.
Wira terpaku sejenak, kemudian menundukkan kepalanya dan mencium Wulan. Wajah Wulan semakin memerah dan dia berkata dengan suara pelan, “Sayang, jangan begitu!”
Wira menggerutu pelan, “Bukankah kerabat kita sudah pergi?”
“Ya!”
Wajah Wulan kini merah padam. Dia berkata, “Tapi sekarang di luar masih ada orang! Ada Danu yang sedang mengendarai kuda!”
Wira menengadah dan berteriak, “Danu, hentikan keretanya!”
“Ah!”
Danu melihat sekeliling. Saat ini, langit sudah terang, jadi Danu berkata, “Kak Wira, tidak terlalu
baik kan melakukan hal seperti itu di sini? Ini jalan umum!”
Baru–baru ini, banyak orang yang menyuruhnya menikahi seorang istri. Jadi, Danu mulai
mengerti sedikit tentang masalah pernikahan.
Saking malunya, Wulan sampai ingin bersembunyi ke dalam tanah. Dia memarahi Wira, “Jangan,
nanti malam saja kita bicarakan lagi. Tidak boleh dilakukan di sini!”
Apa sih yang kalian pikirkan? Bisa tidak pikiran kalian jangan sejorok itu!”
Sambil mendelikkan mata pada keduanya, Wira menggeser tirai kereta dan turun. Dia berjalan menuju tepi jalan sambil berkata, “Aku kebelet buang air kecil. Apa itu melanggar hukum?”
Wulan dan Danu terdiam.
Kereta mereka memasuki kabupaten dan tiba di sebuah kediaman tiga lantai. Tempat itu dihiasi dengan dua ekor singa yang terbuat dari batu besar di depan pintu. Di atas papan pintu yang berlatar belakang hitam terdapat kata yang ditulis dengan tinta emas, “Keluarga Linardi“!
Di depan pintu, berhenti sebuah kereta kuda. Begitu Wira dan Wulan turun dari kereta, pelayan. Keluarga Linardi berlari masuk ke rumah sambil meneriakkan, “Tuan Muda Kedua, Nyonya Muda. Kedua, Nona telah pulang! Orang itu juga sudah datang!”
Next
Bab 51 mana